Minggu, 08 Februari 2009

TUHAN YANG TERPENJARA

Mendatangi sahabatku yeng terlihat sangatsangat sedih, aku jadi bertanya,  "Kenapa sahabat?" Dia hanya menatap kedalam mataku sekilas, lalu tertunduk lagi.

"Derita apa yang kau emban sahabat? bukankah kau Sang periang?" tanyaku lagi.

Sekali lagi dia menoleh, menatap jauh kedalam mataku, menembus batin, seakan dia mencoba mengguyur batinku  dengan segenap kesedihan yang disandangnya. Aku jadi terharu.

"Aku terkutuk!!!!" desahnya dengan nafas tak teratur.

"Ahhh....kenapa kau risaukan  itu sahabat? Bukankah kita masih bisa memperbaiki tiap kesalahan yang kita perbuat?"

"Bukan yang ini...kau tak mungkin mengerti." dengusnya kejam...

"Beritahu aku, aku akan berusaha mencernanya, siapa tahu? bukankah engkau pernah berkata...bahkan siapa dan apapun bisa menjadi guru buat kita? Lupakah?"

Sejenak dia menarik nafas panjang, menatapku sekali lagi...mengembara hingga sudut batinku yang terjauh.

"Aku telah memenjara Tuhan dalam pikiranku. Berkalikali aku mencoba membebaskanNya, namun tuhan tetap terpenjara disana..."

Sang periang...sahabatku segera menutup raut mukanya dengan kedua belah tangan, menangis tersedu. Lalu diapun jatuh bersimpuh berurai air mata.

Aku tertampar dan batinku terguncang begitu kuat...begitu hebat, hingga mambangunkan jiwaku yang telah begitu lama tertidur pulas dipersemayamannya.

Segera kupeluk sang periang, sahabatku, kuajak berdiri, kurangkul erat sebagai rasa terimakasihku padanya karena...dengan kesedihannya, keterkutukannya, dia telah membuka pintu penjara Tuhan dalam pikiranku. Terimakasih sahabat...

2 komentar:

  1. Bukan...dalam pikiran kita. Jiwa itu..percikan dari Samudera Kesadaran Tanpa Batas.

    BalasHapus