Minggu, 24 Mei 2009

BUAH PIKIRAN...



Kemarin Dia bercerita tentang sebuah biji dalam genggaman tanganNya.
"Lihatlah biji kecil ini!" kataNya sambil mengulurkan tangan tepat dihadapanku.
"Didalam sebutir biji ini akan kau temukan jutaan kehidupan, panen yang berlimpah ruah...tak terbayangkan."
"Maksud Guru apa?" otak bebalku bertanya.
"Tanamlah biji yang baik ini di tanah yang sesuai dengannya. Rawtlah dengan kasih, siram dan pupuklah dengan kepedulian. Maka dia akan tumbuh dengan sangat baik. Lalu pada saatnya nanti dia akan berbuah dengan lebat. Perhatikanlah...dalam buahnya, disana telah tertata ribuan biji yang sama persis dengan ini...yang juga mengandung jutaan kehidupan pula. Tanamlah biji itu seperti juga biji ini...lalu kau akan mendapati pohonnya tumbuh dan panen yang berlimpah ruah. Bukankah itu menakjubkan?"
"Mmm..ya aku paham itu Guru. Tapi kenapa Guru bercerita tentang biji? Aku kesini bukan untuk itu Guru...maafkan muridmu ini."
Kulihat dia tersenyum. senyum yang takkan pernah kudapatkan dari siapapun. senyum yang terbaluri kasih...begitu manis.
"Biji ini..."kataNya kemudian. "adalah biji yang kudapatkan dari buah pikiranmu. Ketika pikiranmu jernih dan positif, maka didahan-dahannya ada buah kebaikan dimana dalam buah itu terrangkum ribuan biji kebaikan pula. Tanamlah kebaikan itu pada tempat yang seharusnya. Maka biji kebaikan itu akan tumbuh dengan baik. Bila kau merawatnya dengan kasih, bijak dan kepedulian, maka pohon itupun akan berbuah kebaikan dimana dalam tiap buahnya terselip benih-benih kebaikan pula. Dan bila kau tanam biji-biji itu, maka panenmu dimasa depan akan berkelimpahan."
"Aku tahu Guru...aku mengerti."
"Tidak...kata-katamu itu justru menunjukkan bahwa kau tidak mengerti. Biji ini masih dalam genggamanku. Bagaimana mungkin kau telah memanennya? Bahkan kau tanampun belum, bagaimana mungkin kau melihatnya telah tumbuh?"
Aku tersadar...aku salah akan ucapanku...penilaianku.
"Inilah biji itu. Kau harus menanamnya, bukan dengan intelek dan pikiranmu, tapi dengan kasih, kebijaksanaan dan kepedulianmu. Panenlah nanti bila telah masanya harus di panen. Sebarkan lagi...dan sebarkan tak henti...Dan satu hal lagi, janganlah kau berharap akan buahnya. Karena tanpa harapanmu itu, dia tetap akan berbuah. Dan bila kau jauhkan harapanmu akan buah itu, pohon ini...biji ini...akan tumbuh bebas tanpa
beban. Itulah keseimbangan...itulah kebenaran."